Friday, September 26, 2008

Daftar produk susu china mengandung melamin dari BPOM

Daftar produk susu china mengandung melamin dari BPOM

Sekarang beli makanan untuk anak harus hati-hati, karena ternyata susu dari china yang mengadung melamin menjadi bahan baku di banyak makanan anak… BPOM mengeluarkan keterangan pers berkaitan dengan hal ini… ini saya copy dari website bpom, sebagai acuan bagi kita dalam membeli makanan untuk anak kita…

KETERANGAN PERS
TENTANG
ISU PRODUK CINA YANG MENGANDUNG MELAMIN
No : KH.00.1.5.531
Tanggal 24 September 2008

1. Berdasarkan informasi dari Departemen Kesehatan Cina, Ribuan kasus batu ginjal dan beberapa kematian pada bayi terjadi menyebar di seluruh Cina disebabkan karena susu formula bayi yang terkontaminasi melamin yang diproduksi oleh Sanlu Co.Ltd, dan lain-lain.

2. Berdasarkan informasi dari Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine (AQSIQ) Cina, ternyata melamin ditemukan juga dalam susu cair yang diproduksi Mengniu Dairy Group Co., Yili Industrial Co.dan Shanghai-based Bright Dairy.

3. Sejauh ini pemerintah Cina telah mengumumkan 22 perusahaan susu yang mengandung melamin dan keseluruhan perusahaan tersebut tidak mendaftarkan produknya di Indonesia.

4. Tidak ada produk susu formula bayi dari cina yang didaftarkan di Badan POM dan diedarkan di Indonesia.

5. Produk susu formula bayi dan produk susu olahan yang diproduksi di Indonesia aman untuk dikonsumsi.

6. Dalam mewaspadai kemungkinan adanya impor ilegal susu formula bayi yang tercemar melamin dari Cina, Badan POM dan seluruh Balai Besar/Balai POM sejak tanggal 18 September 2008 sudah melakukan pemeriksaan di sarana distribusi dan pengecer di seluruh Indonesia untuk diamankan.

7. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan mengkonsumsi susu dan produk susu yang tercemar melamin dari cina, Badan POM telah membuat surat edaran kepada para distributor dan pengecer untuk :

a. segera melakukan pengamanan terhadap produk susu serta produk yang mengandung susu dari cina, dengan cara menariknya dari peredaran, menyegel dan melaporkan hasilnya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

b. segera melakukan pengamanan terhadap produk-produk di bawah ini sampai ada penjelasan lebih lanjut dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.


PRODUK CINA MENGANDUNG SUSU YANG TERDAFTAR DI BADAN POM

No.

Merk

Jenis Pangan

No. Registrasi

Keterangan

1.

Jinwei Yougoo

Susu Fermentasi

ML 206509001378

Produk asal Cina

2.

Jinwei Yougoo

Susu Fermentasi

ML 206509002378

Produk asal Cina

3.

Jinwei Yougoo

Susu Fermentasi

ML 206509003378

Produk asal Cina

4.

Guozhen

Susu Bubuk Full Cream

ML 805309001478

Produk asal Cina

5.

Meiji Indoeskrim Gold Monas

Es Krim

ML 305509001116

Produk asal Cina

6.

Meiji Indoeskrim Gold Monas

Es Krim

ML 305509002116

Produk asal Cina

7.

Oreo

Stick wafer

ML 227109001450

Produk asal Cina

8.

Oreo

Stick wafer

ML 827109002450

Produk asal Cina

9.

Oreo

Chocolate Sandwich Cookie

ML 227109001552

Produk asal Cina

10.

M & M’S

Kembang Gula

ML 237409005385

Produk asal Cina

11.

M & M’S

Kembang Gula

ML 237409002385

Produk asal Cina

12.

Snickers

Biskuit

ML 227109009385

Produk asal Cina

13.

Dove Choc

Kembang Gula

ML 237409001385

Produk asal Cina

14.

Dove Choc

Kembang Gula

ML 237409003385

Produk asal Cina

15.

Dove Choc

Kembang Gula

ML 237409004385

Produk asal Cina

16.

Merry X-Mas

Kembang Gula

ML 238409003311

Produk asal Cina

17.

Penguin

Kembang Gula

ML 238409005311

Produk asal Cina

18.

Nestle Nesvita Materna

Makanan Ibu Hamil dan Menyusui

ML 862109001322

Produk asal Cina

19.

Nestle Milkmaid

Selai Susu

ML 234709002206

Produk asal Cina

Masyarakat agar tidak mengkonsumsi produk tersebut di atas sebelum ada penjelasan hasil pengujian dari Badan POM.

Produk dengan nama dagang yang sama yang diproduksi dalam negeri (nomor registrasi MD) tetap boleh beredar, tidak termasuk daftar yang diamankan.

PRODUK CINA MENGANDUNG MELAMIN

(DI UMUMKAN OLEH Agri-Food and Veterinary Authority (AVA) SINGAPURA)

No.

Jenis Pangan

Keterangan

Keterangan

1.

Natural Choice

Yogurt Flavoured Ice Bar with Real Fruit

Produk asal Cina

2.

Yili Bean Club

Matcha Red Bean Ice Bar

Produk asal Cina

3.

Yili Bean Club

Red Bean Ice Bar

Produk asal Cina

4.

Yili Prestige Chocliz

Dark Chocolate Bar

Produk asal Cina

5.

Yili Super Bean

Red Bean Chesnut Ice Bar

Produk asal Cina

6.

Nestle dairy Farm

Susu UHT (UHT Pure Milk 1 L(Catering))

Produk asal Cina

7.

Yili High Calcium

Susu (Low fat Milk Beverage)

Produk asal Cina

8.

Yili High Calcium

Minuman susu (Milk Beverage)

Produk asal Cina

9.

Yili (250 ml)

Susu (Pure Milk)

Produk asal Cina

10.

Yili (1 L)

Susu (Pure Milk)

Produk asal Cina

11.

Dutch Lady

Susu (Strawberry Flavoured Milk) (Ex.Cina, Hongkong, Singapura)

Produk asal Cina

12.

White Rabbit

Kembang Gula berbasis Susu (Creamy candy) - Berbagai Rasa

Produk asal Cina

13.

Yili Choice

Dairy Frozen Yoghurt Bar with real peach and pineapple fruit pieces

Produk asal Cina

8. Terhadap sampel produk Cina mengandung susu yang ditemukan, Badan POM melakukan pengujian laboratorium terhadap melamin.

9. Sejak tanggal 18 September 2008 impor produk Cina mengandung susu sudah dihentikan.

Tuesday, August 19, 2008

Pelayanan Ambulance Gawat Darurat

Pelayanan Ambulans Gawat Darurat

Aryono DP*, Suryadi Soedarmo,** Saleha Sungkar,***

* Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

** Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia

*** Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Pendahuluan

Di Indonesia, banyak penderita cedera, keracunan, serangan jantung atau kegawat-daruratan yang lain yang meninggal di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit karena penatalaksanaan yang tidak memadai. Padahal angka kematian di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit dapat dikurangi jika ada pelayanan gawat darurat yang dapat segera menghampiri penderita, dan dalam perjalanan penderita kemudian didampingi oleh paramedik dan ambulans yang memadai. Oleh karena itu masyarakat perlu mengerti fungsi ambulans dan mudah mendapatkan ambulans.

Harus segera dimaklumi, bahwa pada hakekatnya pelayanan gawat darurat yang seharusnya pergi ke penderita, dan bukan penderita yang dibawa ke pelayanan gawat darurat. Ini mengandung konsekuensi, bahwa ambulans yang datang ke penderita, dan kemudian membawanya ke rumah sakit, haruslah merupakan suatu “Unit Gawat Darurat berjalan”, sebaiknya dengan perlengkapan gawat darurat yang lengkap, dan petugas medik yang ber-keterampilan dalam penanganan gawat darurat.

Rumah sakit yang ada maupun instansi lainnya, sebenarnya tidak memerlukan ambulans, karena pelayanan evakuasi penderita dapat dilakukan oleh dinas ambulans yang ada.

Tentu saja uraian di atas untuk Indonesia masih merupakan angan-angan, terutama karena pengetahuan mengenai sistem evakuasi dan transportasi penderita masih belum meluas, dan bukan karena kekurangan dana.

Sistem pelayanan gawat darurat pra Rumah Sakit

Pada saat penderita mengalami kegawatan medik, maka seharusnya secepatnya ada pelayanan gawat darurat yang membantu penderita. Setelah diberikan pertolongan medik, maka penderita kemudian dibawa ke rumah sakit, ini disebut sebagai evakuasi medik primer (“primary medevac”). Penderita yang ada di suatu rumah sakit, mungkin akan dirujuk ke rumah sakit lain, ini disebut sebagai evakuasi medik sekunder (“secondary medevac”).

Tentu saja sistem sedemikian memerlukan ambulans dan paramedik dalam jumlah yang tidak sedikit. Ini dapat dilakukan melalui 2 cara :

1. Sistem eksklusif : ada dinas ambulans yang melayani sistem ini

2. Sistem inklusif : rumah sakit yang mempunyai ambulans, mengikut sertakan ambulans dalam sistem, dengan satu pusat koordinasi.

Untuk banyak kota di Indonesia, sistem inklusif lebih cocok, karena sistem eksklusif sungguh mahal.

Tingkat kebutuhan ambulans

Sebagai rumus umum, maka akan terjadi satu kegawat-daruratan medik (ringan dan berat) setiap hari setiap 10.000 penduduk. Kemampuan satu unit ambulans adalah rata-rata 5 kegiatan setiap harinya (tentu saja dapat kurang, atau lebih, tergantung tingkat kegawatannya). Ini berarti bahwa setiap 50.000 penduduk akan memerlukan 1 unit ambulans. Berdasarkan sensus tahun 2000 (data BPS) penduduk DKI Jakarta adalah 8 juta lebih, dengan tambahan 4 juta yang datang dari sekitar DKI setiap harinya untuk bekerja. Dengan demikian DKI Jakarta akan memerlukan sekitar 240 unit ambulans, yang memang dikhususkan untuk tugas pelayanan pra rumah sakit. Pada sore hari, 80 ambulans harus bergeser ke sekitar DKI, mengikuti pergeseran penduduk yang pulang ke daerah sekitar DKI.

Pada sistem pelayanan gawat darurat yang baik, maka satu unit ambulans harus diawaki 2 kru. Dua kru ini dapat terdiri dari satu pengemudi yang sudah dilatih sebagai penanggap pertama (“medical first responder”) dan satu petugas paramedik, atau terdiri dari 2 petugas paramedik. Dengan 3 kali pertukaran jaga setiap hari dan 2 petugas libur, akan diperlukan 8 paramedik setiap unit ambulans.

Tentu saja diperlukan satu pusat komunikasi. Juga diperlukan pengarahan medik (“medical direction”) oleh dokter, yang dapat berupa pengarahan langsung pada saat kegiatan sedang berlangsung (“on-line medical direction”) ataupun setelah kegiatan usai dilakukan audit medik (“off-line medical direction”). Karena tingkat kompetensi yang diperlukan sudah mendekati kompetensi seorang dokter emergensi, sangat diperlukan protokol-protokol medik yang ketat, agar dapat dikurangi tingkat kesalahan pelayanan.

Jelas, bahwa dinas ambulans harus mempunyai suatu bagian DikLat yang bertugas untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan gawat darurat medik.

Spesifikasi Mobil Ambulans

Menurut Departemen Kesehatan RI, maka ambulans dapat dibagi menjadi :

1. Ambulans Transportasi

2. Ambulans Paramedik

Karena fungsinya yang khusus, maka mobil yang dipakai sebagai ambulans memerlukan desain khusus yang dapat dilihat pada lampiran 1.

Spesifikasi Alat medik di ambulans

1. Ambulans transportasi

Membawa alat Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) dan alat evakuasi.

2. Ambulans paramedik

Membawa alat bantuan hidup lanjut (Advanced Life Support) termasuk ekhokardiografi (dengan defibrilator) dan obat-obatan, serta perlengkapan untuk menghadapi bencana.

Spesifikasi ketenagaan medik

Ketenagaan pada ambulans sebaiknya jangan awam murni karena dapat

mengakibatkan cedera lebih lanjut. Dalam satu ambulans sebaiknya ada 2 petugas yang berakreditasi:

1. First Responder/Penanggap Pertama

Orang awam yang telah mendapatkan pelatihan gawat darurat lengkap (bukan P3K)

2. Paramedik dasar (paramedik I).

Tenaga perawat yang sudah mendapatkan pelatihan gawat darurat dasar. Perawat biasa pengetahuannya tidak cukup untuk dapat membantu penderita gawat darurat.

3. Paramedik lanjutan (paramedik II dan III)

Paramedik dasar yang telah mendapat pengetahuan dan keterampilan gawat darurat lanjutan. Pengetahuan medis paramedik III seharusnya sama dengan pengetahuan seorang dokter emergensi, dengan tingkat kompetensi yang sedikit lebih rendah. Sebagai contoh adalah krikotirotomi jarum yang masih dapat dilakukan paramedik III, namun krikotirotomi surgikal hanya dapat dilakukan seorang dokter.

Lingkaran tugas paramedik

Pada dasarnya tugas di ambulans adalah lingkaran tugas yang terdiri atas persiapan – respons - kontrol TKP - akses - penilaian awal keadaan penderita dan resusitasi – ekstrikasi – evakuasi – transportasi ke rumah sakit yang sesuai, lalu kembali ke persiapan.

1. Persiapan

Fase persiapan dimulai saat mulai bertugas atau kembali ke markas setelah menolong penderita

2. Respons

Pengemudi harus dapat mengemudi dalam berbagai cuaca. Cara mengemudi harus dengan cara defensif (defensive driving). Rotator selalu dinyalakan, sirene hanya dalam keadaan terpaksa. Mengemudi tanpa mengikuti protokol, akan mengakibatkan cedera lebih lanjut, baik pada diri sendiri, lingkungan maupun penderita.

3. Kontrol TKP

Diperlukan pengetahuan mengenai daerah bahaya, harus diketahui cara parkir, serta kontrol lingkungan.

4. Akses ke penderita

Masuk ke dalam rumah atau ke dalam mobil yang hancur, tetap harus memakai prosedur yang baku.

5. Penilaian keadaan penderita dan pertolongan darurat

Hal ini sedapatnya dilakukan sebelum melakukan ekstrikasi ataupun evakuasi.

6. Ekstrikasi

Mengeluarkan penderita dari jepitan memerlukan keahlian tersendiri. Penderita mungkin berada di jalan raya, dalam mobil, dalam sumur, dalam air ataupun dalam medan sulit lainnya. Setiap jenis ekstrikasi memerlukan pengetahuan tersendiri, agar tidak menimbulkan cedera lebih lanjut.

7. Evakuasi dan transportasi penderita

Ambulans di Dinas Ambulans Gawat Darurat 118

1. AGD 118 Basic

Mampu menanggulangi gangguan A (airway), B (breathing), C (circulation) dalam batas-batas Bantuan Hidup Dasar. Juga dilengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan transportasi

2. AGD 118 Paramedik

Dilengkapi dengan semua alat/obat untuk semua jenis kegawat-daruratan medik dan petugasnya harus ada Paramedik III.

3. AGD 118 Sepeda Motor

Tentu saja motor ini bukan alat evakuasi, namun lebih bersifat “membawa UGD ke penderita”.

Peralatannya seperti AGD 118 Paramedik dan awaknya harus Paramedik III

AGD 118 harus mampu:

a. Idealnya sampai di tempat pasien dalam waktu 6-8 menit agar dapat mencegah kematian karena sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti jantung atau perdarahan masif (“to save life and limb”)

b. Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulans lainnya

c. Melakukan pertolongan pada persalinan

d. Melakukan transportasi pasien dari tempat kejadian ke RS atau dari RS ke Rs

e. Menjadi rumah sakit lapangan dalam penanggulangan bencana.

Akses untuk mendapatkan ambulans

Semua usaha membantu penderita akan sia-sia bila waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan gawat darurat terlalu lama.

Di beberapa kota, maka menelpon nomor 118 sudah akan tersambung ke pusat komunikasi gawat darurat medik, seperti misalnya di DKI Jakarta dan Jogyakarta. Di DKI Jakarta, nomor 118 bebas pulsa.

Daftar Pustaka

1. Grant HD et al, in Emergency Care, 7th.ed. , Prentice Hall, 1996

2. McSwain NE; Pre-Hospital Care; in Feliciano, Moore & Mattox (eds);Textbook of trauma; 3rd ed.; pp107-121; 1996

3. Soedarmo S. Operasionalisasi ambulans, AGD 118, 2003

4. Pusponegoro AD. Pertolongan penderita trauma pra-rumah sakit. Jakarta: Ambulans Gawat Darurat 118;2001.

  1. Panduan Gawat darurat, Departemen Kesehatan RI, 2001

Wednesday, July 16, 2008

MANAJEMEN REKAYASA SANITASI RUMAH SAKIT

MANAJEMEN SANITASI di RUMAH SAKITMANAJEMEN

REKAYASA SANITASI RUMAH SAKIT

1. ILUSTRASI

Di suatu rumah sakit, seorang pasien yang telah dirawat beberapa hari di rumah sakit harus menjalani tindakan operasi. Operasi yang dijalaninya dinyatakan sukses. Sekitar tiga hari setelah itu, terjadi pembengkakan pada bagian luka operasinya. Meskipun luka tersebut berhasil ditangani oleh tim medis, pihak keluarga pasien menyatakan telah terjadi malpraktek dari tindakan medis yang dilakukan tim medis sewaktu tindakan operasi yang mengakibatkan infeksi. Dalam kasus ini pihak keluarga menuntut ganti rugi dari manajemen rumah sakit. Tuntutan tersebut perlu dipelajari dengan seksama, apakah benar hal tersebut merupakan penyimpangan dari prosedur tetap tindakan medis sehingga termasuk kategori malpraktek atau ada kondisi lain sebagai penyebab infeksi nosokomial.

2. RUMAH SAKIT dan LINGKUNGAN

RUMAH SAKIT adalah institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatannya berupa pelayanan medis. Pelayanan rumah sakit pada hakekatnya merupakan sistem proses yang aktivitasnya saling tergantung satu dengan lainnya. Unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam mendukung terciptanya pelayanan prima adalah sumber daya manusia (medis, paramedis dan non medis), sarana dan prasarana, peralatan, obat-obatan, bahan pendukung dan LINGKUNGAN.

LINGKUINGAN RUMAH SAKIT meliputi lingkungan dalam gedung (indoor) dan luar gedung (outdoor) yang dibatasi oleh pagar lingkungan. Lingkungan indoor yang harus diperhatikan adalah udara, lantai, dinding, langit-langit, peralatan termasuk mebelair, serta obyek lain yang mempengaruhi kualitas lingkungan seperti air, makanan, air limbah, serangga dan binatang pengganggu, sampah dan sebagainya. Sedangkan lingkungan outdoor meliputi selasar, taman, halaman, parkir terutama terhadap kebersihan dan keserasiannya.

3. PENGERTIAN

Manajemen Sanitasi Rumah Sakit adalah upaya disain konstruksi dan mekanisasi, pemeliharaan dan perbaikan serta pengendalian fasilitas dan infrastruktur rumah sakit yang dapat menciptakan dan mengkondisikan lingkungan rumah sakit mampu mendukung pelayanan prima.

4. TUJUAN

Tujuan manajemen rekayasa sanitasi rumah sakit adalah mendukung terciptanya pelayanan prima rumah sakit dengan cara:

a. Mencegah infeksi nosokomial yang dapat timbul dari faktor lingkungan.

b. Mencegah timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat pekerjaan.

c. Memelihara umur hidup fasilitas dan infrastruktur.

d. Memenuhi aspek legal bidang kesehatan dan lingkungan.

e. Meningkatkan keindahan dan kenyamanan.

f. Meningkatkan kesan baik terhadap pelayanan.

5. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan sanitasi rumah sakit meliputi:

a. Pengelolaan Limbah Cair

b. Pengelolaan Limbah Padat (Medis dan Non Medis)

c. Penyehatan Fisik dan Udara Ruangan

d. Penyehatan Air Bersih

e. Penyehatan Linen dan Laundry

f. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu

6. ZONA RUANGAN

Disain rumah sakit harus mengikuti kaidah zona pelayanan yang berbasis kepada tingkat resiko penularan penyakit. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT, rumah sakit dibedakan menjadi 4 (empat) zona, yakni:

a. ZONA dengan RESIKO RENDAH

Meliputi: ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, ruang pendidikan dan pelatihan.

b. ZONA dengan RESIKO SEDANG

Meliputi: ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, ruang tunggu pasien.

c. ZONA dengan RESIKO TINGGI

Meliputi: ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis, ruang bedah mayat, ruang jenazah.

d. ZONA dengan RESIKO SANGAT TINGGI

Meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, ruang patologi.

7. KRITERIA DAN UPAYA SANITASI

a. Pengelolaan Limbah Cair

1) Kriteria

Kriteria pengelolaan limbah cair meliputi kriteria kondisi fisik dan kualitas limbah cair yang akan dibuang ke lingkungan. Kriteria kondisi fisik meliputi tidak adanya gangguan aliran dari sumber hingga unit pengolahan. Sedangkan kriteria kualitas secara nasional mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkugan Hidup Nomor 58 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit.

2) Upaya Sanitasi

Pengelolaan limbah cair meliputi penanganan pada sumber, penyaluran dan pengolahan. Untuk mendapatkan hasil sesuai dengan criteria, maka beberapa kondisi yang perlu diperhatikan meliputi:

a) Penanganan Pada Sumber

Penanganan pada sumber penghasil limbah cair diharapkan pengembangkan hal-hal sebagai berikut:

Menyediakan saringan pada setiap outlet alat saniter.

Membersihkan setiap hari atau setiap ada sampah berlebihan.

Menyediakan tempat sampah di dekat lokasi kegiatan.

Menuliskan himbauan untuk membuang sampah pada tempatnya.

Menyediakan saringan pada setiap bak kontrol outlet gedung.

Membersihkan setiap minggu atau setiap ada sampah berlebihan.

b) Penyaluran

Agar aliran lancar, sistem penyaluran diharapkan menerapkan hal-hal berikut ini:

Saluran harus tertutup dengan menggunakan bahan yang kedap air.

Saluran harus memiliki kemiringan tertentu (dianjurkan 1 banding 40) bagi yang menganut sistem gravitasi.

Pada setiap jarak 15 meter atau setiap terjadi perubahan aliran perlu disediakan bak kontrol.

Pada bak kontrol perlu disediakan saringan.

c) Pengolahan

Pengolahan limbah cair pada umumnya memiliki tujuan sebagai berikut:

Mengurangi jumlah padatan tersuspensi

Mengurangi jumlah padatan terapung

Mengurangi jumlah bahan organik

Membunuh bakteri patogen

Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun

Mengurangi unsur nutrisi (N dan P) yang berlebihan

Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem

d) Metode Pengolahan Limbah Cair

Jenis-jenis pengolahan yang banyak dikembangkan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

Proses Lumpur Aktif

Prinsipnya adalah pemurnian air dengan memanfaatkan Lumpur aktif yang berasal dari limbah cair sebagai media pertumbuhan bakteri pengurai, yang mendegradasi kandungan organik. Proses ini biasanya dilengkapi dengan pengolahan pendahuluan berupa penyaringan dan sedimentasi serta pengolahan lanjutan berupa disinfeksi dan filtrasi.

Proses Biofilm

Prinsipnya adalah pemurnian air dengan memanfaatkan media biofilm yang menjadi tempat pertumbuhan bakteri pengurai, yang mendegradasi kandungan organik. Proses ini biasanya membutuhkan lahan yang relatif lebih kecil, karena memiliki permukaan untuk pertumbuhan bakteri lebih luas. Seperti halnya pada proses Lumpur aktif, proses ini juga harus dilengkapi dengan pengolahan pendahuluan berupa penyaringan dan sedimentasi serta pengolahan lanjutan berupa disinfeksi dan filtrasi.

b. Pengelolaan Limbah Padat

1) Kriteria

Pengelolaan limbah padat di rumah sakit harus memisahkan antara limbah padat medis dan non medis. Berikut ini digambarkan kriteria pada setiap tahapan penanganan, khususnya untuk limbah padat medis.

a) Pemilahan dan pewadahan menggunakan ketentuan sebagai berikut:

KATEGORI

WARNA WADAH/ KANTONG PLASTIK

LAMBANG

KETERANGAN

Radioaktif

Merah




Kantong boks timbal dengan symbol radioaktif

Sangat Infeksius

Kuning




Kantong plastik kuat, anti bocor, atau wadah yang dapat disterilkan

Infeksius, patologi & anatomi

Kuning




Plastik kuat dan anti bocor atau wadah

Sitotoksis

Ungu




Wadah plastik kuat dan anti bocor

Kimia dan farmasi

Coklat

Kantong plastik atau wadah

b) Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan di Rumah Sakit, yaitu:

Pengumpulan limbah padat medis dari tiap ruangan penghasil menggunakan troli khusus yang tertutup.

Penyimpanan limbah padat medis harus sesuai dengan iklim tropis, pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

c) Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit (dilakukan bila rumah sakit tidak menyediakan alat pengolahan sendiri), yaitu:

Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.

Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.

d) Pengolahan dan Pemusnahan

Limbah padat medis tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.

2) Upaya Sanitasi

a) Pemilahan dan pewadahan

Menyusun dan menetapkan standar metodologi dan peralatan pemilahan dan pewadahan untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pewadahan dan pemilahan untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Melakukan supervisi terhadap pemilahan dan pewadahan secara ketat dan supervisi hasil secara visual.

Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar pemilahan dan pewadahan limbah padat dapat terkendali secara baik.

b) Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan

Menyusun dan menetapkan standar metodologi dan peralatan pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan untuk setiap jenis limbah padat berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Melakukan supervisi terhadap pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan secara ketat dan supervisi hasil secara visual.

Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan limbah padat dapat terkendali secara baik.

c) Pengolahan dan Pemusnahan

Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah padat medis disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit. Ada beberapa teknologi yang dapat digunakan, antara lain incinerator, autoclave, microwave, dan sebagainya. Berikut digambarkan perbandingan kelebihan dan kelemahan dari ketiga teknologi pengolahan limbah padat medis yang dapat diterapkan di rumah sakit

KELEBIHAN

KELEMAHAN

INCINERATOR

(proses pengolahan melalui pembakaran suhu tinggi pada kondisi yang terkendali untuk mengoksidasi karbon dan hydrogen)

· Dapat memusnahkan banyak materi yang mengandung karbon dan patogen

· Reduksi volume mencapai 80-90%

· Hasil pengolahan tidak dikenali sebagai bentuk aslinya

· Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap

· Emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran yang oleh WHO dinyatakan karsinogenik

· Perlu tenaga operator yang terampil

· Resiko tinggi terhadap operator karena panas dan potensi kebakaran

· Sulit menguji patogen secara rutin

· Fly-ash dari incinerator termasuk kategori limbah berbahaya

MICROWAVE

(proses pengolahan melalui pemanasan dengan uap menggunakan tenaga gelombang mikro yang bekerja dari dalam ke luar)

· Dapat mensterilkan semua materi yang diproses

· Reduksi volume mencapai 30-50%

· Tidak menimbulkan emisi udara yang dapat mencemari udara

· Tidak perlu tenaga operator yang terampil

· Resiko terhadap operator karena panas dan potensi kebakaran rendah

· Alat ini biasanya dilengkapi dengan sistem pengujian patogen

· Hasil pengolahan masih dapat dikenali sebagai bentuk aslinya, sehingga memerlukan penanganan lanjutan

AUTOCLAVE

(proses pengolahan melalui pemanasan dengan uap yang bekerja dari luar ke dalam dengan pre vacuum dalam suhu rendah)

· Dapat mensterilkan semua materi yang diproses

· Reduksi volume mencapai 30-50%

· Tidak menimbulkan emisi udara yang dapat mencemari udara

· Tidak perlu tenaga operator yang terampil

· Resiko terhadap operator karena panas dan potensi kebakaran rendah

· Alat ini biasanya dilengkapi dengan sistem pengujian patogen

· Hasil pengolahan masih dapat dikenali sebagai bentuk aslinya, sehingga memerlukan penanganan lanjutan

· Proses pre vacuum dapat menimbulkan resiko pemindahan patogen

c. Penyehatan Fisik dan Udara Ruangan

1) Kriteria

a) Udara ruangan tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amoniak).

b) Kadar debu ruangan berdiameter kurang dari 10 mikron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 ug/m3, dan tidak mengandung debu asbes.

c) Indeks angka kuman menurut fungsi ruang/unit meliputi:

NO

RUANG/UNIT

KONSENTRASI MAKSIMUM Mikroorganisme/M3 Udara (CFU/M3)

1

Operasi

10

2

Bersalin

200

3

Pemulihan/perawatan

200-500

4

Observasi bayi

200

5

Perawatan bayi

200

6

Perawatan prematur

200

7

ICU

200

8

Jenazah/autopsy

200-500

9

Penginderaan medis

200

10

Laboratorium

200-500

11

Radiologi

200-500

12

Sterilisasi

200

13

Dapur

200-500

14

Gawat darurat

200

15

Administrasi, pertemuan

200-500

16

Ruang luka bakar

200

d) Di samping angka kuman, persyaratan penghawaan dengan meliputi suhu, kelembaban dan tekanan udara meliputi:

NO

RUANG/UNIT

SUHU (oC)

KELEMBABAN (%)

TEKANAN

1

Operasi

19-24

45-60

+

2

Bersalin

24-26

45-60

+

3

Pemulihan/perawatan

22-24

45-60

0

4

Observasi bayi

21-24

45-60

0

5

Perawatan bayi

22-26

35-60

0

6

Perawatan premature

24-26

35-60

+

7

ICU

22-23

35-60

+

8

Jenazah/autopsy

21-24

-

-

9

Penginderaan medis

19-24

45-60

0

10

Laboratorium

22-26

35-60

-

11

Radiologi

22-26

45-60

0

12

Sterilisasi

22-30

35-60

-

13

Dapur

22-30

35-60

0

14

Gawat darurat

19-24

45-60

+

15

Administrasi, aula

21-24

-

0

16

Ruang luka bakar

24-26

35-60

+

e) Persyaratan Kebersihan Lantai dan Dinding

NO

RUANG/UNIT

KONSENTRASI MAKSIMUM Mikroorganisme/cm2 (CFU/cm2)

1

Operasi

0 – 5 dan bebas patogen & gas gangren

2

Pemulihan/perawatan

5 - 10

3

Isolasi

0 – 5

4

Gawat darurat

5 – 10

2) Upaya Sanitasi

Untuk dapat mengikuti persyaratan yang berlaku dalam pengendalian kualitas fisik dan udara ruangan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Melakukan pengendalian aliran dan kondisi udara ruangan, meliputi suhu, kelembaban, pergantian udara, kepadatan partikel, kepadatan mikroorganisme dan tekanan. Di samping dengan disain konstruksi dan mekanis, secara manajerial dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

Menyusun dan menetapkan prosedur tetap lalu lintas barang dan petugas dari dan ke ruangan.

Melakukan supervisi terhadap penerapan prosedur tetap secara ketat dan supervisi terhadap kondisi secara visual, fisika dan mikrobiologis.

Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar kualitas fisik dan udara ruangan dapat terkendali secara baik.

b) Melakukan pengendalian kebersihan lingkungan terutama ruangan dengan mengacu kepada tingkat risiko ruangan. Untuk itu perlu dibuat langkah-langah sebagai berikut:

Menyusun dan menetapkan standar metodologi, peralatan, bahan dan dosis pembersihan untuk setiap jenis permukaan berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Menyusun dan menetapkan prosedur tetap pembersihan untuk setiap jenis permukaan berdasarkan tingkat risiko ruangan.

Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan pembersihan secara ketat dan supervisi hasil kegiatan pembersihan secara visual dan mikrobiologis.

Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar kualitas fisik dan udara ruangan dapat terkendali secara baik.

d. Penyehatan Air Bersih

1) Kriteria

Kualitas air yang disediakan di rumah sakit harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, sedangkan kualitas air yang digunakan untuk keperluan khusus perlu mendapatkan perlakuan lebih lanjut untuk mendapatkan kualitas yang relevan.

2) Upaya Sanitasi

Untuk mendapatkan air dengan kuantitas dan kualitas sesuai dengan yang dibutuhkan harus memperhatikan upaya-upaya berikut ini:

a) Sumber Air

Penggunaan sumber air harus menerapkan azas efektif dan efisien, yakni memilih sumber air yang kualitasnya relatif baik, sehingga kalaupun harus melakukan pengolahan tidak terlalu membutuhkan teknologi yang sulit dan mahal. Selain itu, pemilihan sumber air juga harus mempertimbangkan kemampuannya untuk dapat menjamin ketersediaannya.

b) Sistem Penampungan dan Distribusi

Sistem penampungan dan jaringan perpipaan distribusi harus dapat menjamin secara kuantitatif ketersediaannya sepanjang waktu dan seluruh titik distribusi. Sedangkan dari aspek pengendalian kualitas harus menghindari penggunaan bahan tangki penampung dan pipa yang dapat mengkontaminasi air dan terjadinya sambungan silang. Bentuk kontaminan yang dapat terjadi pada air berupa unsur kimia, mikroba, organic, pyrogen dan gas. Upaya pengendalian secara manajerial yang harus dilakukan adalah:

Melakukan supervisi terhadap tangki penampungan, pipa distribusi dan alat distribusinya secara visual dan mikrobiologis.

Melakukan evaluasi dan intervensi, baik secara insidensi maupun berkala agar kualitas fisik dan udara ruangan dapat terkendali secara baik.

c) Pengolahan

Pengolahan air di rumah sakit mutlak diperlukan terutama untuk kegunaan spesifik seperti farmasi, hemodialisis dan sebagainya. Beberapa metoda pengolahan yang dapat diaplikasikan antara lain:

Filtrasi

Terdiri atas beberapa jenis dan tingkat filtrasi tergantung kepada jenis kontaminan dan kondisi air yang diharapkan. Filtrasi dengan karbon aktif digunakan untuk menurunkan bau, beberapa kontaminan kimia seperti nitrit, mangan dan deklorinasi. Filtrasi dengan membran (biasanya dalam bentuk produk paket) dapat memberikan hasil tingkat tinggi tergantung pori yang dimiliki, bahkan dapat mengendalikan partikel mikro yang sering menjadi host mikroba.

Distilasi

Proses pemurnian air dengan menguapkan kemudian mengkondensasikannya, sehingga menghasilkan air yang bebas pyrogen, biasa digunakan pada kegiatan farmasi, sterilisasi sentral dan laboratorium untuk pembilasan alat, sebagai air umpan larutan injeksi bedah intravenus.

Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet

Proses pemurnian air dengan memanfaatkan sinar ultra violet gelombang pendek, biasa digunakan untuk kegiatan yang membutuhkan air steril baik untuk cuci tangan maupun cuci alat.

Ozonisasi

Proses pemurnian air dengan memanfaatkan unsur ozon (O3), biasa digunakan untuk kegiatan yang membutuhkan air steril baik untuk cuci tangan maupun cuci alat.

Reverse Osmosis

Proses pemurnian air dengan menggunakan membran semi permiabel yang mengendalikan masuknya bakteri dan virus, sering digunakan untuk kegiatan hemodialisis.

e. Penyehatan Linen dan Laundry

1) Kriteria

Kriteria penyehatan linen dan laundry agar dicapai hasil yang optimal sesuai dengan kondisi dan kebutuhan rumah sakit meliputi:

a) Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung 6 x 103 spora spesies Bacillus per inchi persegi.

b) Tekanan ruangan untuk penyortiran (-) sedangkan untuk ruangan lainnya (+).

c) Ruangan untuk linen kotor dan bersih terpisah.

d) Saluran pembuangan limbah cair harus tertutup dan menggunakan pengolahan pendahuluan agar tidak mengganggu proses pengolahan limbah cair.

2) Upaya Sanitasi

Upaya sanitasi yang perlu dilakukan agar dicapai kondisi optimal yang diharapkan antara lain:

a) Disain ruangan harus memisahkan secara tegas ruangan termasuk pintu masuk dan keluar linen kotor dan bersih. Sedangkan khusus untuk ruang sortir didisain ruangan dengan tekanan (-).

b) Upaya penyortiran dilakukan untuk kepentingan pencucian dan proteksi terhadap kontaminasi silang melalui pemilahan:

Linen kotor (ringan, sedang dan berat)

Linen kotor terkontaminasi

Linen berwarna atau putih

c) Menyediakan wadah dan kantong plastik warna kuning untuk limbah medis yang terbawa linen.

d) Menyediakan troli linen bersih dan linen kotor agar tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi linen yang telah bersih. Di samping itu, upayakan agar waktu pengangkutan berbeda.

e) Pembersihan ruangan dengan menggunakan hipoklorit secara berkala pada seluruh ruangan di laundry dan terutama pada ruangan penyortiran intensitasnya harus lebih tinggi.

f. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lain

1) Kriteria

a) Kepadatan jentik Aedes sp. yang diamati melalui indeks kontainer harus nol.

b) Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.

c) Semua ruangan di rumah sakit harus bebas kecoa, terutama di dapur, gudang makanan dan ruangan steril.

d) Tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit.

e) Tidak ditemukan lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit.

f) Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.

2) Upaya Sanitasi

Ada beberapa metoda yang lazim digunakan dalam pengendalian serangga dan binatang pengganggu, yakni:

a) Chemical Control (Cara kimiawi)

Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia pestisida, baik insektisida untuk serangga maupun rodentisia untuk tikus.

b) Biological Control (Cara Biologis)

Pengendalian dengan menggunakan musuh alamiah

(predator) dari serangga atau tikus yang akan dikendalikan.

c) Physical and Mechanical Control (Cara Fisis dan Mekanis)

Pengendalian dengan menggunakan dan memanfaatkan faktor-faktor iklim, kelembaban, suhu dan cara mekanis seperti panas, pasang kelambu, kawat kasa dan sebagainya.

d) Intregated Control (Cara Terpadu)

Pengendalian dengan memberdayakan seluruh cara yang ada secara rasional sesuai kebutuhannya. Upaya ini mengutamakan pada praktek-praktek kebersihan lingkungan yang ketat, seperti meniadakan genangan air, penanganan sampah secara cepat serta upaya manipulasi lingkungan melalui pengaliran air yang tergenang dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA:

& Departemen Kesehatan R.I., Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

& Departemen Kesehatan R.I., Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Direktorat Jenderal P2M & PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta, 2002.

& Djojosugito, M. Ahmad, dkk, Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan – Johnson&Johnson Medical Indonesia, Jakarta, 2002.

& Ervin Putsep, Modern Hospital, International Planning Practices, Lloyd-Luke Ltd, London, 1981.

& Koren, Herman, Environmental Health and Safety, Pergamon Press Inc., New York, 1974.

& Nefawan, Iwan dan Muhammad Nasir, Pengelolaan Sanitasi Rumah Sakit, Modul Pelatihan di Tempat Kerja Bagi Petugas yang Terkait; HIDev dan KfW, 2003.

& Prevention of Hospital-Acquired Infections, A Practical Guide 2nd Edition, World Health Organization, Geneva, 2002.